Senin, 04 Februari 2013

ome » FeaturedSiroh

Potret Sholat Jama’ah dalam Kehidupan Salaf (1)

WRITTEN BY: ADMIN ON FEBRUARY 3, 2013 NO COMMENT
Oleh: Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah -Hafizhohulloh-
Sholat merupakan perkara penting dalam kehidupan para salaf[1]. Ia memiliki pengaruh yang sangat mendalam dalam kehidupan mereka. Sehingga sholat merupakan aktifitas rutin yang membahagiakan dan menyejukkan hati serta menerangi jiwa mereka. Hati mereka bagaikan gulita, jika luput mengerjakan sholat jama’ah. Bahkan sholat jama’ah selalu terngiang-ngiang dalam benak mereka, “Kapankah saatnya didirikan sholat jama’ah??”
Pentingnya sholat jama’ah dalam kehidupan salaf sulit digambarkan dengan suatu ekspresi, dan susah dijelaskan tentang manisnya sholat jama’ah bagi pribadi mereka. Kita cuma bisa menggambarkan urgensi dan kedudukan sholat jama’ah di sisi para salaf dengan meneropong kehidupan mereka lewat atsar-atsar yang dinukil dan dibukukan oleh para ulama’ kita.
Para pembaca yang budiman, kami mengajak anda melihat dan menikmati indah sholat jama’ah di sisi para salaf melalui beberapa poin berikut ini:
  •   Bersegera menuju Masjid
Diantara tanda yang menunjukkan tingginya semangat dan perhatian salaf dalam menjaga sholat jama’ah, mereka bersegera menuju masjid sebelum adzan dikumandangkan. Lembaran-lembaran sejarah emas telah mengisahkan semangat mereka tersebut. Coba kita membuka sebagian kitab sejarah islamiyyah, niscaya kita akan menemukan sosok yang sholeh dan bersemangat tinggi dalam mengikuti sunnah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy –rahimahullah- berkata:“Tidaklah dikumandangkan (adzan) sholat sejak 40 tahun lalu, kecuali Sa’id ibnul Musayyib berada di dalam masjid”.[2]
Apa yang diceritakan Al-Hafizh, juga telah diakui sendiri oleh Sa’id ibnul Musayyib -rahimahullah- tatkala beliau berkata, “Aku tak pernah mendengarkan adzan di tengah keluargaku sejak 30 tahun”.[3]
Adat kebiasaan yang baik seperti ini, bukan hanya dilakukan oleh Sa’id ibnul Musayyib, akan tetapi juga dilakukan oleh salaf lainnya. Sekarang kita dengarkan Abul Asy’Ats Robi’ah bin Yazid Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata, “Mu’dzdzin tidak pernah mengumandangkan adzan shubuh sejak 40 tahun,  kecuali aku berada di masjid; kecuali aku sakit atau musafir”.[4]

[1] Salaf, artinya: pendahulu. Namun yang dimaksudkan disini adalah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti mereka. Merekalah para salaf (pendahulu) kita yang sholih.
[2] Lihat Tahdzib At-Tahdzib (4/87)
[3] Lihat Ath-Thobaqot Al-Kubro (5/131) karya Ibnu Sa’d.
[4] Lihat Riyadh An-Nufus (1/84) via Ahammiyah Sholah Al-Jama’ah, hal.75

Potret Sholat Jama’ah dalam Kehidupan Salaf (2)


  • Tidak Luput dari Takbirotul Ihram
Sholat jama’ah di dalam jiwa para salaf merupakan perkara yang sangat penting. Mereka adalah suatu generasi yang rela meninggalkan segala kehidupannya demi menghadiri munajatnya bersama Robbnya. Mereka bukan seperti sebagian orang yang rela meninggalkan sholat jama’ahnya demi kehidupan yang fana ini!!
Al-Qodhi Taqiyyuddin Sulaiman –rahimahullah- berkata, “Aku tak pernah melaksanakan sholat dalam keadaan sendirian sama sekali, kecuali dua kali saja. Seakan-akan aku tidak melaksanakan sholat itu sama sekali”.[1]
Waqi’ ibnul Jarroh Ar-Ru’asiy -rahimahullah- berkata, “Dulu Al-A’masy hampir 70 tahun tak pernah luput dari takbir pertama”.[2]
Demikianlah seorang muslim yang suka ibadah. Dia bersegera menuju ke masjid demi mengejar keutamaan shof pertama dan bertakbirotul ihram bersama imam. Al-Hafizh Adz-Dzahabi -rahimahullah- berkata, “Yahya ibnul Qoththon apabila menyebut Al-A’masy, ia berkata: “Al-A’masy adalah seorang ahli ibadah , dan ia menjaga sholat jama’ahnya dan shof pertama. Dia adalah ulama’ Islam”.[3]
Muhammad bin Sama’ah -rahimahullah- berkata, “Aku telah hidup selama 40 tahun, sedang aku tak pernah luput dari takbir pertama, kecuali satu hari saja ketika itu ibuku meninggal. Akhirnya akupun tertinggal satu kali sholat jama’ah”.[4]
Sampai disana ada seorang salaf yang bernama Ibrohim bin Yazid-rahimahullah- pernah berkata, “Apabila engkau melihat seorang meremehkan takbir pertama, maka bercuci tanganlah (berlepas tanganlah) darinya”.[5]


[1] Lihat Dzail Thobaqot Al-Hanabilah (2/365)
[2] Lihat As-Siyar (6/228) karya Abu Abdillah Adz-Dzahabiy
[3] Lihat Siyar A’lam An-Nubala’ (2/232) oleh Adz-Dzahabiy.
[4] Lihat At-Tahdzib (9/204) oleh Al-Hafizh Al-Asqolaniy
[5] Lihat Siyar Al-A’lam (5/62) oleh Imam Adz-Dzahabiy Asy-Syafi’iy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar